Harmonisasi
Menabuh Bedug
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar
Antropologi
Dosen Pengampu : Tellys Corliana M.
Si
Disusun Oleh :
Nama
|
:
|
Alma Hanafiah
|
Nim
|
:
|
1501075002
|
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2016
Harmonisasi
Menabuh Bedug
A. Asal Usul Rampak Bedug
Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan makhluk ciptaan
Allah yang lain, dikatakan paling sempurna karna manusia dibekali akal dan
nafsu. Budaya adalah segala daya aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah
alam (Ellly M, Setiadi : 27).
Manusia
dan kebudayaan termasuk suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Manusia bisa
menciptakan kebudayaan dan melestarikannya secara turun temurun. Budaya
tercipta dari kegiatan dan kejadian
sehari-hari. Manusia berperan penting dalam menciptakan budayanya sendiri.
Dengan demikian, kebudayaan menyangkut segala macam aspek kehidupan manusia
dalam segi material dan non material.
Manusia
yang telah dilengkapi tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka
khalifah di muka bumi dan diberikan kemampuan yang di sebutkan oleh Supartono
dalam Rafael Raga Maran, (1999 : 36 ) sebagai daya manusia. Manusia memiliki
kemampuan daya antara lain akal, intelegensia, dan intuisi ; perasaan dan emosi;
kemauan, fantasi, dan perilaku (Ellly M, Setiadi : 27).
Dengan
sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut bahwa manusialah menciptakan
kebudayaan. Karena kebudayaan diciptakan oleh manusia. Kebudayaan ada karena
adanyanya penciptanya dan manusia dapat hidup terus manakala ada manusia
sebagai pendukungnya.
Rampak
bedug adalah sebuah warisan tradisi masa lalu yang muncul di Banten, tepatnya
di Pandeglang. Rampak bedug sendiri berasal dari kata rampak atau kompak.
Awalnya bedug belum ada dan belum diketahui oleh kalangan masyarakat, yang
diketahui hanyalah kentongan. Kentongan sendiri untuk sarana panggilan ibadah
umat muslim. Tetapi kentongan sendiri juga berfungsi untuk menandakan bahwa
adanya pencuri. Maka untuk membedakan hal tersebut dibuatlah bedug untuk
menemani kentongan pada saat panggilan ibadah bagi umat muslim.
Lambat
tahun bunyi antara bedug dan kentogan apabila bersatu terdengar sangat harmonis
dan melahirkan kebiasaan bagi masyarakat pandeglang untuk menjadikan suatu
pertunjukan. Rampak bedug bisa dipertunjukan pada saat menyambut bulan suci Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri. Rampak bedug merupakan seni yang mengundang perhatian
penonton, sehingga seni tersebut menjadi seni layak jual. Walaupun pencetus dan
pemainnya lebih didasari dari motivasi religi, tetapi kesenian ini patut
dihargai.
B. Fungsi Rampak Bedug
Fungsi
rampak bedug, antar lain :
1. Nilai
religi, menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yag dirancang oleh
ulama pewaris Nabi, selain menyemarakan terawih melainkan Takbiran dan
Marhaban.
2. Nilai
rekreasi atau hiburan
3. Nilai
ekonomis, suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa
mengundang rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
Rampak bedug
termasuk dalam pengembangan seni dari menabuh bedug. Apabila ngebedug hanya
dimainkan oleh siapa saja dan awalnya untuk panggilan waktu solat, maka rampak
bedug hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional dan dimainkan di
acara-acara besar seperti khitanan, pernikahan, dan dan hari-hari peringatan
kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Marhabaan,
Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di masa lalu
para pemain rampak bedug hanya dimainkan oleh laki-laki saja. Tetapi sama
halnya dengan kesenian lainnya bahwa rampak bedug pemainnya laki-laki dan
perempuan. Mungkin apabila di persatukan dengan tarian perempuan akan terlihat
indah bila ditampilkan. Karena penambahan tarian dari perempuan inilah kesenian
rampak bedug makin membuat perhatian penonton.
Karena rampak
bedug bersifat religi, maka untuk busana juga memakai busana muslim dan
muslimah sesuai perkembangan zaman dan kemoderenan, misalnya para pemain
laki-laki memakai busana pencak silat dengan sorban Banten dan warna-warninyaa
menggambarkan kemoderenan, warna tersebut selain dari warna hitam dan putih.
Sedangkan untuk para pemain perempuan memakai busana tradisional. Dan jumlah
pemain rampak bedug sendiri terdiri dari 10 orang yaitu laki-laki 5orang dan
perempuan dari 5 orang.
C. Sejarah Dan Perkembangan Rampak
Bedug
Tahun 1950-an
merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di
Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan antar
kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis
ngabedug. Kapan rampak bedug diciptakan, mungkin jauh sebelum tahun 1950-an.
Siapa pencipta awal rampak bedug? Ini pun sepertinya tidak dicatat. Bahkan
mungkin saja sang creator tidak menyebut-nyebut dirinya. Hanya saja
disebut-sebut, bahkan tepatnya di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini
menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang.
Seni rampak
bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun
1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug.
Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji
Ilen dan sampai sekarang Haji Ilen masih gada. Rampak bedug kemudian
dikembangkan oleh berempat yaitu : haji Ilen, Burhata (almarhum), juju, dan Rahmat.
Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.
D. Silsilah dan para pemain rampak
bedug
Rampak bedug
memang berdiri dan berkembang didaerah Pandeglang, Banten. Dan mulai berkembang
akibat seringnya masyarakat menabuh bedug pada saat menyambut bulan suci
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Karena silsilah rampak itu serentak atau
kompak maka ngabedug sering dilakukan pada saat itu. Rampak bedug merupakan
seni religi yang banyak mengundang perhatian penonton sehingga seni ini menjadi
layak jual. Para pemainnya pun terdiri dari 10 orang yang terdiri dari 5 orang
laki-laki dan 5 orang perempuan. Busana yang di kenakan para pemainnyapun
menggunakan busana muslim dan muslimah ser bercorak tradisional dan
kemoderenan. Misalnya utuk busana laki-laki memakai busana pencak silat dan
baluti sorban Banten serta menggunakan busana warna-warni yang unsur
kemoderenan terkecuali warna putih dan hitam. Dan untuk busana perempuan
menggunakan pakaian tradisional. Para pemain dan fungsi pemain rampak bedug :
Pemain laki-laki
sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang
Pemain perempuan
sebagai penabuh bedug
Baik pemain
laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
Waditra Rampak
Bedug dan Fungsinya
Waditra rampak
bedug terdiri dari :
Bedug besar,
berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait
sya'ir dari lagu.
Ting tir,
terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama
lagu bernuansa
spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
Anting Caram dan
Anting Karam terbuat dari pohon jambe dan dililiti kulit
kendang
berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari
E. Daerah yang Tersebar pada Seni
Rampak Bedug
Rampak bedug
memanglah berdiri dan berkembang di daerah Pandeglang, Banten. Banten merupakan
suku sunda pertama di Nusantara. Dari awalnya hanya untuk menyambut bulan suci
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tetapi semakin berkembangnya zaman seni ini
berkembang ke luar daerah. Karena suara dari ngabedug ini sangat harmonis bila
didengar dan tarian dari para penari wanita membuat penonton kagum atas
penampilan dari rampak bedug tersebut, sehingga seni ini menjadi layak jual.
Karena para pemain rampak bedug itu di mainkan oleh pemain yang propesional
serta dimainkan di acara-acara besar seperti khitanan, pernikahan, dan hari-hari
peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring
Takbiran, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa
religi lainnya.
Rampak bedug
Haji Ilen berdiri di Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kemudian menyebar ke
kampung-kampung di sekitar kelurahan Juhut dan kelurahankelurahan serta
kecamatan-kecamatan sekitar. Malah menyebar juga di kecamatankecamatan Serang,
Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang.
DAFTAR
PUSTAKA
Setiadi M. Elly. Dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta :
Kencana
http://disbudpar.pandeglangkab.go.id/objekz-98.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar