Laman

Sabtu, 18 Juni 2016

Paper Pengantar Antropologi



Harmonisasi Menabuh Bedug


Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Antropologi

Dosen Pengampu : Tellys Corliana M. Si

https://pbs.twimg.com/media/BWSsWHKCEAAvhfm.jpg









Disusun Oleh :
Nama
:
Alma Hanafiah
Nim
:
1501075002








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2016






Harmonisasi Menabuh Bedug

A.  Asal Usul Rampak Bedug
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lain, dikatakan paling sempurna karna manusia dibekali akal dan nafsu. Budaya adalah segala daya aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Ellly M, Setiadi : 27).
Manusia dan kebudayaan termasuk suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Manusia bisa menciptakan kebudayaan dan melestarikannya secara turun temurun. Budaya tercipta  dari kegiatan dan kejadian sehari-hari. Manusia berperan penting dalam menciptakan budayanya sendiri. Dengan demikian, kebudayaan menyangkut segala macam aspek kehidupan manusia dalam segi material dan non material.
Manusia yang telah dilengkapi tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka bumi dan diberikan kemampuan yang di sebutkan oleh Supartono dalam Rafael Raga Maran, (1999 : 36 ) sebagai daya manusia. Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal, intelegensia, dan intuisi ; perasaan dan emosi; kemauan, fantasi, dan perilaku (Ellly M, Setiadi : 27).
Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut bahwa manusialah menciptakan kebudayaan. Karena kebudayaan diciptakan oleh manusia. Kebudayaan ada karena adanyanya penciptanya dan manusia dapat hidup terus manakala ada manusia sebagai pendukungnya.
Rampak bedug adalah sebuah warisan tradisi masa lalu yang muncul di Banten, tepatnya di Pandeglang. Rampak bedug sendiri berasal dari kata rampak atau kompak. Awalnya bedug belum ada dan belum diketahui oleh kalangan masyarakat, yang diketahui hanyalah kentongan. Kentongan sendiri untuk sarana panggilan ibadah umat muslim. Tetapi kentongan sendiri juga berfungsi untuk menandakan bahwa adanya pencuri. Maka untuk membedakan hal tersebut dibuatlah bedug untuk menemani kentongan pada saat panggilan ibadah bagi umat muslim.
Lambat tahun bunyi antara bedug dan kentogan apabila bersatu terdengar sangat harmonis dan melahirkan kebiasaan bagi masyarakat pandeglang untuk menjadikan suatu pertunjukan. Rampak bedug bisa dipertunjukan pada saat menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Rampak bedug merupakan seni yang mengundang perhatian penonton, sehingga seni tersebut menjadi seni layak jual. Walaupun pencetus dan pemainnya lebih didasari dari motivasi religi, tetapi kesenian ini patut dihargai.
B.  Fungsi Rampak Bedug
Fungsi rampak bedug, antar lain :
1.    Nilai religi, menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yag dirancang oleh ulama pewaris Nabi, selain menyemarakan terawih melainkan Takbiran dan Marhaban.
2.    Nilai rekreasi atau hiburan
3.    Nilai ekonomis, suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
Rampak bedug termasuk dalam pengembangan seni dari menabuh bedug. Apabila ngebedug hanya dimainkan oleh siapa saja dan awalnya untuk panggilan waktu solat, maka rampak bedug hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional dan dimainkan di acara-acara besar seperti khitanan, pernikahan, dan dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di masa lalu para pemain rampak bedug hanya dimainkan oleh laki-laki saja. Tetapi sama halnya dengan kesenian lainnya bahwa rampak bedug pemainnya laki-laki dan perempuan. Mungkin apabila di persatukan dengan tarian perempuan akan terlihat indah bila ditampilkan. Karena penambahan tarian dari perempuan inilah kesenian rampak bedug makin membuat perhatian penonton.
Karena rampak bedug bersifat religi, maka untuk busana juga memakai busana muslim dan muslimah sesuai perkembangan zaman dan kemoderenan, misalnya para pemain laki-laki memakai busana pencak silat dengan sorban Banten dan warna-warninyaa menggambarkan kemoderenan, warna tersebut selain dari warna hitam dan putih. Sedangkan untuk para pemain perempuan memakai busana tradisional. Dan jumlah pemain rampak bedug sendiri terdiri dari 10 orang yaitu laki-laki 5orang dan perempuan dari 5 orang.

C.  Sejarah Dan Perkembangan Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Kapan rampak bedug diciptakan, mungkin jauh sebelum tahun 1950-an. Siapa pencipta awal rampak bedug? Ini pun sepertinya tidak dicatat. Bahkan mungkin saja sang creator tidak menyebut-nyebut dirinya. Hanya saja disebut-sebut, bahkan tepatnya di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang.
Seni rampak bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen dan sampai sekarang Haji Ilen masih gada. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : haji Ilen, Burhata (almarhum), juju, dan Rahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

D.  Silsilah dan para pemain rampak bedug
Rampak bedug memang berdiri dan berkembang didaerah Pandeglang, Banten. Dan mulai berkembang akibat seringnya masyarakat menabuh bedug pada saat menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Karena silsilah rampak itu serentak atau kompak maka ngabedug sering dilakukan pada saat itu. Rampak bedug merupakan seni religi yang banyak mengundang perhatian penonton sehingga seni ini menjadi layak jual. Para pemainnya pun terdiri dari 10 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Busana yang di kenakan para pemainnyapun menggunakan busana muslim dan muslimah ser bercorak tradisional dan kemoderenan. Misalnya utuk busana laki-laki memakai busana pencak silat dan baluti sorban Banten serta menggunakan busana warna-warni yang unsur kemoderenan terkecuali warna putih dan hitam. Dan untuk busana perempuan menggunakan pakaian tradisional. Para pemain dan fungsi pemain rampak bedug :
Pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang
Pemain perempuan sebagai penabuh bedug
Baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
Waditra Rampak Bedug dan Fungsinya
Waditra rampak bedug terdiri dari :
Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya'ir dari lagu.
Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama
lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambe dan dililiti kulit
kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari

E.  Daerah yang Tersebar pada Seni Rampak Bedug
Rampak bedug memanglah berdiri dan berkembang di daerah Pandeglang, Banten. Banten merupakan suku sunda pertama di Nusantara. Dari awalnya hanya untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tetapi semakin berkembangnya zaman seni ini berkembang ke luar daerah. Karena suara dari ngabedug ini sangat harmonis bila didengar dan tarian dari para penari wanita membuat penonton kagum atas penampilan dari rampak bedug tersebut, sehingga seni ini menjadi layak jual. Karena para pemain rampak bedug itu di mainkan oleh pemain yang propesional serta dimainkan di acara-acara besar seperti khitanan, pernikahan, dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Rampak bedug Haji Ilen berdiri di Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kemudian menyebar ke kampung-kampung di sekitar kelurahan Juhut dan kelurahan­kelurahan serta kecamatan-kecamatan sekitar. Malah menyebar juga di kecamatan­kecamatan Serang, Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang.






DAFTAR PUSTAKA

Setiadi M. Elly. Dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta : Kencana

http://disbudpar.pandeglangkab.go.id/objekz-98.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar